Demo Buruh di Balai Kota Jakarta Tuntut Kenaikan Upah
Ratusan
buruh dari Forum Buruh DKI Jakarta, melakukan aksi demonstrasi di depan Balai
Kota, Jl. Medan Merdeka Selatan Jakarta, menuntut upah minimum provinsi sekitar
Rp 2,8 juta.
JAKARTA— Masalah upah minimum buruh di provinsi DKI Jakarta
masih belum ada titik temu yang bisa disepakati antara para buruh dengan
pengusaha. Terkait hal itu, ratusan
buruh dari Forum Buruh DKI Jakarta, melakukan aksi demonstrasi di depan Balai
Kota, Jl Medan Merdeka Selatan Jakarta, menuntut upah minimum provinsi (UMP)
DKI Jakarta sekitar Rp 2,8 juta.
Sekretaris Jenderal Kimia Energi Pertambangan Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KEP KSPI) Tohendi menjelaskan dari kalangan
pengusaha yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta,
hingga kini belum memberikan tawaran angka nominal dalam penentuan UMP DKI
Jakarta.
“Kita lihat tidak ada itikad baik dari Apindo untuk
menyelesaikan masalah upah ini. Mereka hingga kini tidak pernah menunjukkan
angka. Dari pemerintah juga belum menentukan angka, termasuk dari pengusaha.
Kalau mereka keberatan dengan angka sekitar Rp 2,8 Juta dari buruh, ya udah
berapa penawarannya?” ungkap Tohendi.
Sebelumnya dari perwakilan buruh dan pengusaha melakukan
pertemuan dengan difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta
(Disnakertrans) pada 9 November 2012 lalu, untuk membahas soal upah minimum
ini, namun pertemuan itu gagal mencapai titik temu karena tidak hadirnya
perwakilan dari Apindo DKI Jakarta. Sekretaris Jenderal Forum Buruh DKI
Mohammad Toha mengaku kecewa dengan
sikap dari Apindo DKI Jakarta.
“Mestinya ini sudah diputuskan dalam pertemuan itu, berapa
UMP DKI Jakarta. Kepala Disnakertrans mengundang pada tanggal 9 lalu, kita
sebagai buruhdiundang ya datang. Eh, dari Apindo malah tidak datang,” ungkap
Muhammad Toha.
Sementara itu menanggapi ancaman kalangan pengusaha yang
mengancam menarik investasinya di Indonesia dengan menutup usahanya, Bayu
Murnianto Presidium Forum Buruh DKI Jakarta memastikan hal itu tidak akan
terjadi. Menurutnya, hambatan utama seorang pengusaha di Indonesia dalam
berinvestasi selalu dibayangi dengan banyaknya pungutan liar (pungli) dan korupsi.
“Tidak ada pengusaha atau bahkan Apindo sendiri, menyatakan
keberatan dengan UMP DKI Jakarta sekitar Rp 2,8 Juta sebagaimana yang diminta
kaum buruh. Intinya adalah, buruh di Indonesia ini masih rendah. Bahkan dalam
pertemuan perwakilan buruh dengan Ahok (Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama), dia mengatakan seharunya buruh menuntut UMP minimal Rp 5 Juta. Nah
kemudian Sofyan Wanandi (Ketua Umum Apindo) mengatakan pengusaha mau hengkang, ini apa maksudnya? Di
KBN (Kawasan Berikat Nusantara Jakarta), tidak ada pengusaha di sana yang
mengatakan mau hengkang. Yang penting adalah, benahi pungli dan korupsi di Indonesia.
Kalo tidak ada korupsi dan pungli, pengusaha pasti kasih untuk buruh. Belum
lagi persoalan birokrasi di Indonesia. Ini yang harus dibenahi. Dan Ahok,
kabarnya siap untuk membenahi itu. Angka UMP yang diajukan buruh sebenarnya
adalah angka yang kecil, bisa beli apa di Jakarta?” ujar Bayu.
Ketua Apindo Anton Supit kepada VOA mengatakan upah minimum
yang ditetapkan oleh kalangan buruh harus juga melihat dari daya dukung ekonomi
masyarakat atau konsumen. Jika tidak dihitung dengan cermat, maka dipastikan
akan berdampak pada rasionalisasi di setiap perusahaan.
“Saya pribadi setuju, pada suatu hari upah buruh di
Indonesia itu naik bukan cuma Rp 2 Juta atau Rp 3 Juta, tapi Rp 10 Juta hingga
Rp 20 Juta kita akan happy karena daya beli yang pada akhirnya akan membeli
produk kita. Tapi yang kita persoalkan sekarang adalah daya dukung ekonomi
kita, apakah sudah sanggup untuk itu? Misalnya sepatu, sekarang ini labor cost
untuk harga sepatu itu sudah 25 %, harga material 55 – 60 % tergantung
jenisnya, artinya kita bisa memanage sekitar 80 %. Nah 20 % yang tersisa untuk
over head, bunga bank, pajak dan keuntungan. Dengan kenaikkan upah buruh
(taruhlah) Rp 2 Juta, akan membuat labour cost di sepatu untuk export menjadi
30 %. Persoalannya sekarang, apakah kenaikkan 5 % dari segi labour cost ini
akan diterima oleh buyers. Kalo buyers tidak setuju dengan kenaikan ini, lantas
kita jual kemana? Pasti kita harus berpikir efisiensi kita usahakan semaksimal
mungkin. Jalan terakhir adalah rasionalisasi,” papar Anton Supit.
Anton Supit juga menyayangkan sikap pemerintah yang
terkesan intervensi dalam masalah UMP ini, dengan mewacanakan UMP sebesar Rp 2
Juta.
Staf khusus Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita
Indah Sari, kepada VOA memastikan, Kementrian Tenaga Kerja tetap akan mendorong
Provinsi DKI Jakarta agar terus memfasilitasi perundingan antara buruh dengan
pengusaha karena masalah UMP DKI Jakarta akan segera diumumkan pada 20 November
2012 mendatang.
“Pemerintah DKI harus proaktif. Pihak Gubernur seperti Pak
Jokowi dan Pak Ahok itu harus membantu berkomunikasi dengan Apindo DKI supaya
mulai lagi ikut rapat. Juga kepada serikat pekerja jangan ikut-ikutan mogok
atau tidak hadir dalam setiap rapat. Nanti target maksimal mengumumkan UMP
tanggal 20, malah tidak tercapai,” ungkap Dita Sari.
PENDAPAT
Pendapat saya tentang berita di atas adalah para buruh
menuntut untuk meningkatkan upah perbulannya harus dilihat dari kemampuan
perusahaannya karena apabila perusahaan tidak mampu untuk menaikkan upah buruh
perbulan maka perusahaan itu berpotensi untuk menutup perusahaannya. Akibanya adalah
semakin banyak pengangguran yang terjadi di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar